Budaya

Mengenal Adat Pernikahan Suku Kulawi Sulawesi Tengah

×

Mengenal Adat Pernikahan Suku Kulawi Sulawesi Tengah

Sebarkan artikel ini
Pasangan Pengantin Suku Kulawi: Memperkenalkan Adat Pernikahan yang Kaya Akan Tradisi
Pasangan Pengantin Suku Kulawi: Memperkenalkan Adat Pernikahan yang Kaya Akan Tradisi (Foto: ANTARA).

ANGINDAI.COM – Suku Kulawi, juga dikenal sebagai Suku To Kulawi, berasal dari provinsi Sulawesi Tengah, tepatnya di Kabupaten Sigi yang masih termasuk daerah Donggala. 

Wilayah mereka mencakup Danau Kulawi, Danau Lindau, Dataran Gimpu, dan sekitar aliran sungai Koro. Sejak zaman prasejarah, leluhur Suku Kulawi telah menghuni daerah ini. 

Bahasa Moma digunakan sebagai komunikasi, dan sebagian besar anggota suku menganut agama Kristen sejak tahun 1913.

Bukti keberadaan mereka sejak masa prasejarah terlihat dari penemuan benda-benda megalitik berusia lebih dari 3000 tahun. 

Di Kulawi, kita dapat menemukan Batu Dakon, Bekas Kaki, Batu Lumpang, dan artefak purbakala lainnya.

Asal Mula Suku Kulawi

Menurut para ahli etnografi, Suku Kulawi awalnya merupakan bagian dari kelompok suku Toraja Barat. Saat ini, populasi Suku Kulawi diperkirakan sekitar 50.000 jiwa. 

Menurut legenda suku, leluhur mereka berasal dari lembah Palu, provinsi Sulawesi Tengah, tepatnya dari daerah Sigi dan Bora. 

Suatu hari, seorang tokoh dari Bora dan pengikutnya berburu hingga sampai ke hutan Gunung Momi. 

Setelah lelah berburu, mereka beristirahat di bawah sebuah pohon kayu yang kemudian mereka sebut sebagai “pohok Kulawi.” 

Melihat daerah yang subur dengan pohon Kulawi, mereka memutuskan untuk menetap di sana dan memberi nama tempat serta suku mereka: Kulawi.

Adat Pernikahan Suku Kulawi

Suku Kulawi memiliki tradisi pernikahan yang kaya akan adat istiadat. Prosesi pernikahan adat, yang disebut “Pmemua,” berlangsung selama dua hari. 

Pada hari pertama, dimulai dengan Tari Raego sebagai tanda dimulainya tarian pernikahan adat. 

Syair-syair kuno dalam bahasa Kulawi mengiringi kedatangan mempelai pria. Pasangan pengantin diusung dengan tandu saat melaksanakan prosesi pernikahan adat di Olobodju, Sigi, Sulawesi Tengah. 

Setelah ritual makan kapur sirih, acara ditutup dengan santap makan bersama.

Hari kedua, dilaksanakan ritual “Mojunu,” yang berarti pembersihan diri untuk memulai kehidupan rumah tangga. 

Ritual ini diikuti oleh “Mantime Bengka,” yaitu penyembelihan kerbau, serta berjalan di atas pelepah daun pinang sebagai simbol diterimanya mempelai pria menjadi satu keluarga.

Suku Kulawi mempertahankan adat dan tradisi mereka dengan bangga, dan pernikahan adat menjadi momen penting yang menggambarkan kekayaan budaya mereka.

Sumber: Museum Volkenkunde