angindai.com platfom digital modern
BudayaNewsPendidikan

Merajut Karakter Lewat Irama Tradisi Bugis, Pekan P5 di SMAN 1 Pinrang

×

Merajut Karakter Lewat Irama Tradisi Bugis, Pekan P5 di SMAN 1 Pinrang

Sebarkan artikel ini

ANGINDAI.COM – Di tengah gegap gempita zaman yang kian terseret arus globalisasi dan derasnya transformasi digital, suara-suara lokal kerap tenggelam.

Namun, di SMAN 1 Pinrang, Sulawesi Selatan, budaya justru menjadi panggung utama. Melalui kegiatan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), sebanyak 432 siswa dari 12 kelas diberi ruang untuk mengenal, meresapi, dan menghidupkan kembali nilai-nilai luhur budaya Bugis lewat seni tari dan permainan tradisional.

Pekan P5 tahun ini mengangkat tema “Kearifan Lokal”, selaras dengan salah satu dimensi Profil Pelajar Pancasila: berkebinekaan global dan bernalar kritis.

Oleh: Auliyah Azhari Azis, Siswa Kelas XI-L SMAN 1 Pinrang
Penulis: Auliyah Azhari Azis, Siswa Kelas XI-L SMAN 1 Pinrang

Hal itu merujuk pada Permendikbudristek No. 56/M/2022, tujuan utama P5 adalah membentuk pelajar Indonesia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, kreatif, dan menghargai keberagaman.

Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), sebanyak 432 siswa dari 12 kelas diberi ruang untuk mengenal, meresapi, dan menghidupkan kembali nilai-nilai luhur budaya Bugis lewat seni tari dan permainan tradisional
Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), sebanyak 432 siswa dari 12 kelas diberi ruang untuk mengenal, meresapi, dan menghidupkan kembali nilai-nilai luhur budaya Bugis lewat seni tari dan permainan tradisional

Seluruh nilai tersebut diwujudkan melalui praktik nyata di lapangan. Sejak awal pekan, suasana sekolah berubah drastis.

Halaman depan disulap menjadi arena seni. Suara alat musik tradisional bertalu-talu, mengiringi gerak tari mappadendang yang dibalut semilir angin dan cahaya matahari yang menembus sela dedaunan.

Di sisi lain, kelompok-kelompok siswa menyiapkan berbagai permainan rakyat seperti rangku alu, mallongga’, makkaddaro, massallo, dan tentu saja mappadendang.

“Kami serasa kembali ke masa kecil orang tua kami,” ujar Tri Nur Utama Putra, siswa kelas XI-L.

“Tapi di balik semua itu, kami belajar kerja sama, saling menghargai, dan keberanian untuk tampil,” tambahnya.

Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), sebanyak 432 siswa dari 12 kelas diberi ruang untuk mengenal, meresapi, dan menghidupkan kembali nilai-nilai luhur budaya Bugis lewat seni tari dan permainan tradisional
Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), sebanyak 432 siswa dari 12 kelas diberi ruang untuk mengenal, meresapi, dan menghidupkan kembali nilai-nilai luhur budaya Bugis lewat seni tari dan permainan tradisional

Tri mengaku sempat kesulitan memahami gerakan mappadendang karena kompleksitas geraknya, hasil perpaduan dari berbagai tarian tradisional Bugis.

Gerakan ini memerlukan penalaran kritis dan kekompakan tim. Namun berkat semangat dan dukungan dari teman-temannya, ia mampu tampil percaya diri di panggung.

“Bukan cuma soal membunyikan irama. Saya belajar sabar, membantu teman, dan menepati komitmen,” tambahnya.

Ia juga belajar mengelola perbedaan pendapat serta menyelesaikan konflik kecil secara bijak.

Tak hanya siswa yang merasakan manfaatnya. Nurdiah, salah satu orang tua siswa, mengaku terharu melihat anaknya tampil.

“Saya lihat anak saya berbeda. Ia lebih terbuka, lebih peduli pada temannya. Kegiatan seperti ini sangat positif,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Selain itu, guru Bahasa Indonesia, Ali Rahman sekaligus fasilitator kegiatan, menekankan bahwa guru hanya bertindak sebagai pembimbing di balik layar.

“Kami memberi ruang seluas-luasnya agar siswa mengambil peran utama. Mereka merancang konsep, membagi peran, bahkan menyelesaikan konflik sendiri. Ini bukan sekadar tentang seni, tapi tentang kehidupan,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala SMAN 1 Pinrang, Ahmad, menyambut hangat inisiatif ini. “Kegiatan ini bukan hanya selebrasi budaya, tetapi merupakan proses pendidikan yang utuh,” ujarnya.

“Siswa belajar berkomunikasi, berkolaborasi, menyelesaikan masalah, dan tentu saja menjadi kreatif. Karakter tidak tumbuh dari teori, tetapi dari pengalaman nyata seperti ini,” harapnya.

Secara teknis, kegiatan ini melibatkan lebih dari 25 sesi latihan dan 12 pementasan antarkelas.

Setiap kelas menampilkan pertunjukan atau permainan berbeda, mencerminkan kekayaan kreativitas dan perspektif unik.

Tak hanya keterampilan artistik yang berkembang, tetapi juga kemampuan berpikir kritis, komunikasi, dan kepemimpinan.

Pekan P5 menjadi bukti bahwa budaya lokal bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan jembatan menuju masa depan.

Ia mengajarkan nilai, rasa, dan etika secara bersamaan. Kegiatan ini membangkitkan kembali semangat gotong royong yang nyaris terlupakan di tengah rutinitas akademik.

Ketika pelajar bersentuhan langsung dengan akar budayanya, mereka tidak hanya memperkuat identitas, tetapi juga membentuk karakter yang utuh.

Mereka menyadari bahwa menjadi pelajar bukan hanya soal nilai akademik, tapi juga soal menjadi manusia yang berpikir jernih, merasa dengan empati, dan bertindak dengan hati nurani.

Tanggal 19 Juni 2025 menjadi puncak kegiatan P5, saat para siswa menampilkan hasil latihan di hadapan guru dan orang tua.

Meski matahari pagi bersinar terik, kehangatannya tak mengalahkan semangat dan senyum ceria para penonton.

Suasana dipenuhi kebahagiaan yang menyegarkan dan membawa rasa bangga bagi para penampil.

Pekan itu memang telah berakhir, namun jejaknya masih tertinggal. Anak-anak membawa pulang lebih dari sekadar rasa lelah atau foto kenangan.

Mereka pulang dengan nilai tentang keikhlasan, keberanian, dan penghargaan terhadap perbedaan.

Kegiatan ini menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, menghubungkan akar budaya dengan cita-cita Indonesia Emas 2045.

Ketika anak-anak menyentuh budaya leluhurnya, sesungguhnya mereka sedang menyentuh sisi terdalam dirinya.

Mereka belajar bahwa menjadi pelajar bukan hanya tentang angka di rapor, tetapi tentang bagaimana menjadi manusia yang utuh yang berpikir dengan kepala, merasa dengan hati, dan bergerak dengan nurani.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *