ANGINDAI.COM – Satryo Soemantri Brodjonegoro, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) dalam Kabinet Merah Putih, kini menjadi sorotan di berbagai media.
Sosoknya yang dikenal sebagai akademisi handal dengan pengalaman panjang di dunia pendidikan tinggi Indonesia, kini tengah menghadapi badai kontroversi.
Aksi demonstrasi pegawai Kemendikti Saintek yang berlangsung pada Senin (20/1/2025) di depan kantor kementerian, menyoroti dugaan arogansi dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan kementerian.
Dengan seragam hitam yang mencolok, para demonstran melontarkan kritik tajam terhadap keputusan dan gaya kepemimpinan Satryo yang dianggap menyimpang dari prosedur yang seharusnya.
Namun, di balik semua hiruk-pikuk ini, perjalanan hidup Satryo layak untuk dicermati. Sebagai putra dari mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di era Soeharto, Soemantri Brodjonegoro, Satryo memiliki jejak karier yang mentereng.
Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan
Satryo Soemantri Brodjonegoro, yang lahir pada 5 Januari 1956 di Delft, Belanda, adalah sosok yang tak hanya mewarisi nama besar dari ayahnya, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, tetapi juga menorehkan jejak cemerlang di dunia akademik.
Dengan latar belakang pendidikan yang mengesankan, ia meraih gelar Ph.D dari University of California, Berkeley pada tahun 1985 setelah menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Tokyo, Jepang.
Dedikasinya terhadap pendidikan dan riset membawanya menjadi dosen Teknik Mesin di Institut Teknologi Bandung (ITB), di mana ia kemudian dipercaya sebagai Ketua Jurusan Teknik Mesin pada tahun 1992.
Posisi ini bukan hanya sekadar jabatan, melainkan langkah awal Satryo untuk memberikan kontribusi yang lebih signifikan dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia.
Karier di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Pada tahun 1999, Satryo diberi amanah sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), dan selama delapan tahun kepemimpinannya, ia menciptakan gelombang pembaruan yang mengubah wajah pendidikan tinggi di Indonesia.
Salah satu langkah terobosan yang diambilnya adalah transformasi institusi pendidikan tinggi menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yang kini dikenal sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH).
Di tahun 2007, ia meluncurkan konsep ambisius World Class University, yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing universitas-universitas Indonesia di pentas global melalui kerjasama internasional, peningkatan publikasi ilmiah, dan partisipasi dalam QS World University Rankings.
Kontribusinya yang luar biasa pun mendapatkan pengakuan internasional, termasuk penghargaan bergengsi The Order of the Rising Sun dari pemerintah Jepang pada tahun 2016, sebagai penghormatan atas perannya dalam memperkuat hubungan pendidikan antara kedua negara.
Keterlibatan di Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
Setelah mengemban tugas sebagai Dirjen Dikti, Satryo tak berhenti berkarya; ia kini memimpin Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) untuk periode 2018-2023, dengan tekad membangun fondasi ilmu pengetahuan dan teknologi di tanah air.