ANGINDAI.COM – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyebut kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) hanya 0,0017 persen dari total 30 juta penerima manfaat menuai kritik tajam dari ahli gizi dr. Tan Shot Yen dan pendiri Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Saminarsih.
Keduanya menegaskan bahwa nyawa manusia tidak bisa direduksi menjadi angka statistik semata, terutama dalam isu kesehatan masyarakat.
Prabowo menyampaikan angka tersebut saat berpidato di Musyawarah Nasional (Munas) PKS VI di Jakarta pada Senin (29/9/2025).
Berdasarkan klaim Prabowo, 0,0017 persen dari 30 juta penerima manfaat berarti sekitar 5.100 kasus keracunan.
Namun, dr. Tan Shot Yen menilai pandangan Prabowo menganggap korban keracunan MBG sebagai statistik belaka, padahal ini menyangkut hajat hidup dan nyawa manusia.
“Kita harus bisa membedakan antara kasus keracunan yang menyangkut nyawa manusia dibandingkan dengan eror di quality control kalau di pabrik sepatu ya. Kalau di pabrik sepatu, eror berapa persen, ya udahlah. Tetapi ini ngomong nyawa manusia,” tegas dr. Tan dalam program Sapa Indonesia Malam di YouTube Kompas TV.
Ia menekankan bahwa nyawa manusia tidak bisa diukur dengan hitung-hitungan statistik.
Senada dengan dr. Tan, Diah Saminarsih dari CISDI juga meminta pemerintah untuk tidak memandang jumlah korban keracunan MBG sebagai statistik.
Menurut temuan CISDI, kasus keracunan MBG hingga saat ini telah mencapai 7.368 kasus. Diah menegaskan bahwa satu kasus keracunan pun sudah terlalu banyak.
“Satu per satu dari 7.368 itu nyawa seperti yang disampaikan oleh dr. Tan. Rasanya, tidak bisa direduksi menjadi hitungan angka yang merepresentasikan soal statistik. Karena dalam ilmu kesehatan masyarakat dan kedokteran itu sama, satu nyawa hilang atau ter-compromised itu sudah terlalu banyak,” ujarnya.
Sebelumnya, Prabowo menyatakan bahwa jumlah kasus keracunan MBG tidak sampai satu persen dari 30 juta penerima manfaat.
Ia juga menceritakan kekaguman Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva terhadap pencapaian program MBG di Indonesia yang berhasil menjangkau 30 juta orang dalam 11 bulan, sementara Brasil membutuhkan 11 tahun untuk mencapai 47 juta penerima manfaat.
Prabowo enggan menyebut kasus keracunan ini sebagai indikasi kegagalan program unggulannya.
Untuk mencegah insiden keracunan di masa mendatang, Prabowo menekankan pentingnya melengkapi seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dengan alat cuci ultraviolet untuk membersihkan wadah MBG.
Selain itu, SPPG juga harus memiliki filter air untuk mencegah masuknya zat berbahaya ke makanan, serta test kit untuk pengujian makanan sebelum didistribusikan kepada penerima manfaat.
“Ini segera kita benahi, semua dapur harus ada tukang masak terlatih,” pungkas Prabowo.