ANGINDAI.COM — Korps HMI Wati (Kohati) Komisariat STKIP Cokroaminoto Pinrang menggelar kegiatan Camp Kohati dan Dialog Keperempuanan di Pantai AlFat Stira Paradise, Serang, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang, Sabtu (20/9/2025) malam.
Acara ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Dies Natalis Kohati Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang ke-59, bertujuan memperkuat jati diri kader perempuan HMI serta menumbuhkan kesadaran kritis terhadap isu-isu keperempuanan.
Ketua Umum Komisariat STKIP Cokroaminoto Pinrang, Anjas Saputra, dalam sambutannya menekankan pentingnya kegiatan ini untuk membangun solidaritas dan kapasitas kepemimpinan kader.
“Kami berharap kader Kohati mampu berperan aktif, berdaya, dan mandiri, baik dalam lingkup organisasi maupun dalam kehidupan bermasyarakat,” tegas Anjas.
Kegiatan yang dihadiri oleh kader Komisariat Pendidikan serta perwakilan dari beberapa komisariat lain ini mengangkat tiga topik utama dalam dialog: Perempuan dalam Perspektif Al-Qur’an, Perempuan dalam Perspektif Politik, dan Feminisme Modern.

Sesi pertama, Perempuan dalam Perspektif Al-Qur’an, disampaikan oleh Ketum Komisariat STKIP Cokroaminoto Pinrang, Anjas Saputra. Ia menguraikan bahwa Islam telah mengangkat martabat perempuan sejak awal, meskipun diskriminasi masih kerap terjadi di masyarakat.
Materi ini mendorong peserta untuk membedakan antara nilai normatif Al-Qur’an yang menjunjung kesetaraan dengan praktik budaya patriarki yang sering disalahpahami sebagai ajaran agama.
Materi kedua, Perempuan dalam Perspektif Politik, dibawakan oleh Dimisioner Kabid PAO HMI Cabang Pinrang, Hanafi. Ia menyoroti bahwa partisipasi perempuan dalam politik bukan sekadar representasi, melainkan kebutuhan esensial untuk melahirkan kebijakan yang lebih adil dan inklusif.
Hanafi juga menyoroti masih rendahnya keterwakilan perempuan di berbagai tingkat pengambilan keputusan, baik di organisasi kemahasiswaan maupun ranah politik praktis.
Sementara itu, Formatur Ketuam Kohati HMI Cabang Pinrang, Nisfu Syabban mengisi sesi ketiga dengan topik Feminisme Modern. Ia memantik diskusi kritis mengenai relevansi gerakan feminisme dalam konteks lokal.
Nisfu menegaskan bahwa feminisme tidaklah bertentangan dengan agama atau budaya, melainkan sebuah upaya untuk membongkar ketidakadilan sistemik terhadap perempuan.
Ia menekankan perlunya interpretasi feminisme yang selaras dengan nilai-nilai keindonesiaan dan keislaman agar tidak hanya menjadi wacana impor, melainkan gerakan yang membumi sesuai kebutuhan masyarakat.
Acara ditutup dengan penuh khidmat, dilanjutkan dengan senam pagi bersama di tepi pantai pada Minggu pagi. Kegiatan ini tidak hanya menjadi refleksi perjalanan 59 tahun Kohati, tetapi juga menegaskan kembali peran strategis kader perempuan HMI sebagai agen perubahan dalam menghadapi tantangan zaman.