ANGINDAI.COM – Aksi demonstrasi yang digelar oleh Kesatuan Mahasiswa Pinrang Universitas Muslim Indonesia (KMP UMI) di depan Kantor Bupati Pinrang berakhir ricuh, Selasa (10/6/2025). Mereka soroti terkait pendidikan hingga penyebaran miras di Kabupaten Pinrang.
Dari pantauan angindai.com, mahasiswa yang hadir dalam aksi tersebut menyampaikan aspirasi masyarakat secara langsung, tetapi kecewa karena akses ke kantor bupati tertutup dan terjadi dugaan tindakan represif dari aparat keamanan.
Sejak awal demonstrasi, massa aksi menghadapi hambatan. Gerbang utama Kantor Bupati Pinrang dikunci rapat, menghalangi mahasiswa untuk bertemu langsung dengan pemimpin daerah.
Situasi semakin memanas ketika petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) diduga melakukan tindakan represif terhadap para demonstran, yang memicu ketegangan di lapangan.
Ketua Umum KMP UMI, Muhammad Al Farizi, yang akrab disapa Fariz, mengungkapkan rasa kecewanya terhadap respons aparat keamanan.
“Kami sangat kecewa dengan sikap aparatur negara yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat. Hak kami untuk menyampaikan pendapat dijamin oleh konstitusi, namun justru kami mendapat perlakuan represif,” ujarnya.
Tidak hanya mahasiswa yang menjadi korban kekerasan dalam insiden ini, tetapi beberapa anggota kepolisian yang berada di lokasi juga dikabarkan mengalami pemukulan, yang semakin meningkatkan eskalasi ketegangan.
Selain tindakan aparat, kekecewaan mahasiswa juga dipicu oleh ketidakhadiran Bupati Pinrang.
Massa aksi hanya ditemui oleh Kepala Dinas Pendidikan, yang dinilai tidak memiliki kapasitas penuh untuk menjawab tuntutan mahasiswa.
“Apakah beliau tidak berada di kantor, atau memang tidak mau menemui kami? Ini menjadi pertanyaan besar bagi kami,” tegas Fariz.
Demonstrasi yang berujung ricuh ini semakin memperlihatkan minimnya ruang dialog antara pemerintah daerah dan elemen masyarakat, khususnya mahasiswa, dalam menyampaikan aspirasi mereka.
KMP UMI menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kepentingan masyarakat dan meminta agar pemerintah daerah memberikan transparansi serta akuntabilitas atas insiden yang terjadi.
Mahasiswa berharap adanya dialog terbuka antara pemerintah dan masyarakat agar aspirasi dapat disampaikan dengan baik tanpa harus terjadi ketegangan di lapangan.