ANGINDAI.COM – Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman terhadap pengusaha Harvey Moeis dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022. Dalam putusan banding yang dibacakan pada Kamis (13/2), majelis hakim memutuskan untuk menaikkan vonis Harvey menjadi 20 tahun penjara, dari sebelumnya hanya 6,5 tahun.
“Menjatuhkan pidana kepada HM Harvey Moeis selama 20 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan,” ujar Ketua Majelis Hakim Teguh Harianto saat membacakan putusan di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Selain hukuman badan, majelis hakim juga memerintahkan perampasan seluruh aset Harvey yang terkait dengan perkara ini untuk disita oleh negara. Harvey juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, dengan ancaman tambahan dua tahun penjara apabila tidak dapat membayarnya.
Putusan ini lebih berat dibandingkan dengan vonis sebelumnya yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Harvey awalnya divonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Sementara dalam tuntutan sebelumnya, jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Harvey dengan pidana penjara selama 12 tahun, denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan, serta pembayaran uang pengganti Rp210 miliar subsider enam tahun penjara.
Majelis hakim menilai bahwa Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah serta tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain Harvey Moeis, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga akan membacakan putusan banding terhadap sejumlah terdakwa lain dalam kasus ini. Mereka adalah:
- Helena Lim, pengusaha yang diduga turut serta dalam praktik korupsi ini.
- Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021.
- Suparta, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) sejak tahun 2018.
- Reza Andriansyah, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak tahun 2017.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyeret nama-nama besar di industri pertambangan serta kerugian negara yang ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah. Keputusan ini juga dinilai sebagai bentuk ketegasan peradilan dalam memberantas tindak pidana korupsi di sektor sumber daya alam.
Kasus yang menjerat Harvey Moeis tidak hanya berdampak pada dirinya, tetapi juga menjadi perhatian publik karena statusnya sebagai suami dari artis terkenal, Sandra Dewi. Dengan adanya perampasan aset yang terkait kasus ini, muncul pertanyaan mengenai bagaimana dampaknya terhadap keluarga Harvey, termasuk aset-aset yang dimiliki bersama dengan sang istri.
Sejauh ini, KPK telah mengindikasikan bahwa setiap aset yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi akan disita untuk kepentingan negara. Namun, pihak Sandra Dewi belum memberikan pernyataan resmi terkait hal ini.
Kasus ini menjadi salah satu perkara korupsi terbesar di sektor pertambangan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Dengan vonis yang diperberat, putusan ini diharapkan menjadi preseden penting dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam.
Pihak KPK menyambut baik putusan Pengadilan Tinggi ini dan menegaskan bahwa mereka akan terus mengejar aktor-aktor lain yang terlibat dalam kasus serupa. “Kami akan terus mendalami perkara ini dan memastikan bahwa setiap pihak yang terlibat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum,” ujar seorang perwakilan KPK dalam konferensi pers pasca putusan banding.
Dengan putusan ini, publik menantikan langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan upaya kasasi dari pihak Harvey Moeis atau tindakan hukum lain yang mungkin diambil untuk menyikapi keputusan ini.**