Penulis: Muh. Wahyu, Mahasiswa Magister Departemen Politik dan Pemerintahan UGM
ANGINDAI.COM — Keputusan pulang kampung untuk mengisi libur akhir tahun sepertinya sudah tepat. Jogja yang “katanya” selalu indah dan istimewa sepertinya kurang cocok bagiku di akhir tahun. Tugu tentu saja sumpek, Malioboro apa lagi, bahkan di malam minggu orang-orang harus menahan pegal sebab tidak cukup kursi untuk duduk menikmati “sihir romantisme” kota itu. Alhasil, bayangan kampung yang tenang selalu terkenang, pemandangan hamparan pegunungan Letta yang diselimuti awan pagi, dan senja tenang di Pantai Salopi menjadi alasan untuk segera memesan tiket pulang ke kampung halaman.
Setelah menikmati sejuk musim hujan di kampung yang saban hari semakin menyenyakkan tidur. Pagi 31 Desember, seorang kawan menelpon, sebuah pesan ajakan untuk berenang di Pantai Salopi, sebuah destinasi wisata yang hype bagi anak muda di kabupaten Pinrang, terletak 42 Km di utara pusat kabupaten dan menghadap langsung ke teluk mandar.
Buru-buru ku tancap gas sembari mengantongi uang untuk membeli segelas kopi panas yang tersedia di kafe-kafe di sekitar area wisata. Deru ombak mulai terdengar sejak melewati sebuah plang yang bertuliskan Tasi Salopi. Pemandangan laut yang luas langsung membentang, daun-daun kelapa bergelayut pelan ditiup angin, ombak bergulung tenang serta lopi atau perahu kecil nelayan berlalu di kejauhan, indah sekali.
Lelah berenang dan juga tubuh yang mulai lengket oleh air laut, menikmati kopi panas dan pisang goreng hangat adalah sebuah penutup yang mantap pikirku. Kami berjalan mencari kafe yang sudah buka di pagi hari, satu demi satu kami datangi, beberapa masih tutup atau sebagian yang lain menjawab akan buka pada siang atau sore nanti. Namun ada satu hal yang membuatku gelisah, dari setiap kafe yang nampak indah di sekitar, sampah justru menggunung di sudut-sudut pantai tak jauh dari kafe tersebut. Berbanding terbalik dengan Pemandangan depan kafe yang senantiasa bersih dengan pasir halusnya dan ranting ranting kecil yang hanyut oleh ombak memanjakan mata pengunjung. Namun, dibalik pagar kafe, sampah berserakan dimana-mana.
Kami akhirnya menemukan kafe yang sudah open order pagi itu, kopi susu panas dan sebuah pisang goreng segera kami pesan. Kegelisahan selanjutnya tiba setelah melihat hal yang serupa terjadi kafe-kafe lainnya, lalat-lalat ramai berkerumun di meja. Akibatnya, Kopi nikmat pagi itu hancur sebab serangga menyebalkan itu lebih cepat mencicipi kopi kami.
Hancur sudah penutup liburan di pantai, memprotes lalat juga perkara sia-sia, memprotes pemilik kafe juga tidak tepat sebab sebagai sebuah usaha mikro kemampuan untuk mengelola sampah di areal pantai yang selalu membawa sampah dari lautan tentu mereka tidak akan mampu, lantas kepada siapa protes ini bisa diajukan?
Buruknya Formulasi dan Implementasi Kebijakan Terhadap Usaha Pariwisata
Andi Irwan Hamid, Bupati Pinrang terpilih Periode 2025-2030 sebelumnya telah membangun sebuah musala pada 2022 di areal pantai, tujuannya mulia untuk memudahkan para wisatawan dapat mudah mengakses tempat ibadah bagi pengunjung yang ingin melaksanakan salat. Namun, sampah sebagai masalah laten situs pariwisata pantai di kabupaten pinrang sepertinya selalu luput dari pandangan. Aksi aksi pembersihan pantai yang dilakukan beberapa komunitas sejak Pantai Salopi masuk dalam nominasi 300 Anugerah Desa Wisata pada 2021 hanya berujung aksi “seremonial” sosial yang tidak memberikan solusi jangka panjang.
Penelitian Wahyuddin Ahmad (2021) dalam Sistem Pengelolaan Pantai Wisata Salopi, Kabupaten Pinrang: Perspektif Syariah menyebutkan terdapat dukungan berupa perizinan dan dukungan awal fasilitas, penelitian tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa pengelolaan pantai tidak menerima bantuan finansial dari pemerintah daerah. Pengelola pantai mengandalkan pendapatan dari pengunjung dan usaha mereka sendiri untuk membiayai perawatan, pengembangan, serta peningkatan fasilitas di pantai. Padahal, Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata dalam Pasal 7 mengamanatkan peran penting pemerintah daerah dalam mendukung pengembangan sektor usaha pariwisata skala mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui kebijakan strategis yang mendorong pertumbuhan mereka.
Di sisi lain perda ini sebetulnya juga bermasalah, hasil formulasi para anggota dewan terhadap perda ini memang tidak jelas sedari awal dalam meningkatkan usaha pariwisata di Bumi Lasinrang. Tinjauan Yuridis Terhadap Prosedur Izin Usaha di Kabupaten Pinrang yang dilakukan Fauzy Mustari (2017) menemukan peraturan ini belum memiliki peraturan khusus yang mengatur tugas dan wewenang Dinas Pariwisata Kabupaten Pinrang yang dapat mengakomodir pelaku usaha pariwisata mulai dari tahap perizinan, pengendalian, pengawasan, sampai dengan pembinaan. Kegagalan formulasi kebijakan sejak awal ini pada akhirnya gagal memberikan pemajuan usaha pariwisata, termasuk pengelolaan sampah di kawasan wisata.
Di tingkat eksekutif, paradigma pembangunan pemerintah kabupaten masih sebatas pembangunan infrastruktur semata yang tentu saja gagal bahkan tidak mampu melihat kompleksitas masalah seperti persampahan. Kumuhnya pantai salopi sebagai destinasi wisata menjadi contoh konkret kegagalan pemangku kebijakan di daerah baik oleh DPRD Kabupaten sebagai pembuat kebijakan maupun Pemerintah Kabupaten sebagai pelaksana kebijakan yang luput dari masalah sampah.
Saatnya beralih dari Government ke Governance?
Buruknya Implementasi kebijakan dalam mendukung usaha pariwisata harus segera dibenahi yang tentu saja perlu diawali dengan reformulasi kebijakan. Perubahan paradigma merupakan keniscayaan dalam menghadapi isu kompleks seperti sampah di kawasan pariwisata terutama wisata pesisir yang senantiasa dibanjiri oleh sampah dari laut. Prinsip Good Evironmental Governance merupakan pilihan yang tepat bagi pemerintah dengan mengedepankan keberlanjutan lingkungan dan melibatkan masyarakat serta keterlibatan komunitas lokal dan sektor swasta. Prinsip good governance menekankan peran pemerintah tidak lagi sebagai eksekutor utama melainkan sebagai fasilitator. Dengan demikian keterbatasan pemerintah dalam pengawasan dan perawatan kawasan pariwisata dapat diemban oleh warga.
Purniawati dkk. memperkenalkan konsep Good Environmental Governance in Indonesia (Perspective of Environmental Protection and Management) yang mengajukan tata kelola lingkungan sebagai paradigma baru, bergeser dari pendekatan manajemen murni menuju pendekatan yang melibatkan pemerintah dan masyarakat secara setara dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan. Prinsip ini dapat menjadi perspektif utama DPRD dan Pemerintah Kabupaten untuk membuat dan melaksanakan kebijakan tata kelola persampahan yang melibatkan 3 sektor secara langsung, yakni pemerintah, pengelola kafe sebagai pihak swasta serta komunitas lokal untuk mendukung kemajuan usaha wisata di Pantai Salopi
Komunitas lokal seperti Kampong Penyu sebagai sebuah komunitas yang diinisiasi oleh anak muda dan concern terhadap isu pelestarian penyu di Pantai Salopi serta komunitas pemuda Salopi dan Binanga Karaeng dan warga sekitar dapat menjadi pemangku utama dalam pelibatan masyarakat untuk menjaga lingkungan di kawasan wisata. Pemerintah perlu memberikan blueprint tata kelola yang jelas dan koordinasi antar lembaga serta budgeting dan fasilitas persampahan yang berpegang pada keberlanjutan lingkungan. Muara dari peralihan perspektif dari Government yang kaku serta berorientasi pada infrastruktur semata menjadi prinsip good governance dapat menjadi solusi jangka panjang bagi kawasan pariwisata di Kabupaten Pinrang.
Sebagai penutup, usaha untuk membangun musala di Pantai Salopi juga merupakan sebuah langkah yang tepat akan tetapi, musala di tempat wisata juga akan tidak terpakai jika kawasan wisata tidak memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Semoga liburan di tahun berikutnya saya tidak perlu bertarung dengan lalat demi menikmati kopi di Pantai Salopi kita tercinta. Mari berhenti menyalahkan lalat dan mulailah memaki pemerintah jika mereka acuh pada aspirasi warga yang hanya ingin bersantuy, bersatulah para penikmat kopi dan senja! bersatulah!
Fiat Sapientia Prevaelet