Opini

Menggugah Integritas Aparatur Sipil Negara dalam Pilkada Serentak 2024

×

Menggugah Integritas Aparatur Sipil Negara dalam Pilkada Serentak 2024

Sebarkan artikel ini

Oleh: Al-Farezy (Pemerhati Politik dan Pegiat Media Sosial)


ANGINDAI.COM – Pesta demokrasi Tengah berlangsung secara riuh di berbagai daerah di Indonesia. Pemilihan kepala daerah yang digelar secara serentak ini merupakan pertama kalinya dalam Sejarah panjang demokrasi Indonesia. Tetapi demikian, satu masalah klasik masih saja menjadi soal berkepanjangan dalam rangkaian pesta demokrasi, apalagi jika bukan menyoal netralitas Aparatur Sipil Negara. Masalah ketidak-netralan aparatur sipil negara dalam pilkada tentu menyisakan pertanyaan substansial seperti: apa yang melatar belakangi ketidak-netralan aparatur sipil negara tersebut? mengapa persoalan ini terjadi secara berkelanjutan? Serta bagaimana dampak yang ditimbulkan dari masalah tersebut?.

Dalam berbagai literatur yang tersedia, ditemukan berbagai hal yang melatarbelakangi terjadinya Tindakan tidak netral yang dilakukan oleh oknum aparatur sipil negara yang ditengarai karena beberapa faktor seperti: Keinginan ASN untuk memperoleh atau mempertahankan jabatan; Adanya hubungan primordial seperti hubungan pertemanan dan kekerabatan, relasi kepentingan, atau hubungan bisnis; Minimnya pemahaman terhadap regulasi tentang netralitas; Adanya tekanan atasan dan rendahnya integritas ASN; Lemahnya pengawasan dan pemberian sanksi terhadap pelanggar netralitas; serta Adanya pembiaran sehingga pelanggaran ketidak-netralan tersebut dianggap lumrah.

Ulasan faktor-faktor diatas tentunya bukan sesuatu yang baru dijumpai, perbincangan berkepanjangan atas fenomena di atas menjadi bahan diskusi Masyarakat lintas segmen. Perbincangan tentang isu sentral netralitas aparatur sipil negara tersebut tentu pula menyisakan tanya mengenai mengapa persoalan demikian menjadi sesuatu yang berlangsung berlarut-larut padahal aturan dan sanksinya telah gamblang diuraikan dalam peraturan-peraturan yang ada.

Sederhanya, sebagaimana diuraikan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) bahwa fenomena ketidak-netralan aparatur sipil negara ini sudah berlangsung sejak lama diakibatkan karena munculnya anggapan pemerintah bahwa aparatur sipil negara merupakan alat politik yang paling dapat digunakan untuk mempertahankan kekuasan, serta jatuh bangunnya Pemerintahan pasti akan berdampak pada stabilitas kepegawaian. Uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa, secara sadar pemanfaatan aparatur sipil negara oleh kekuasaan ditengarai karena anggapan bahwa ASN merupakan alat politik paling minim biaya, sebab adanya hubungan kekuasaan seperti hubungan antara pimpinan dan pegawai, sehingga dengan mudah ASN tersebut diarahkan kendatipun berlawan dengan prinsip dan aturan yang ada.

Sementara itu, beberapa dampak yang dapat ditimbulkan oleh Tindakan tidak netral yang dilakukan oleh aparatur sipil negara dalam pemilihan kepala daerah sebagaimana diuraikan dalam Jurnal Ilmu Hukum Kanturuna Wolio Volume 5 tahun 2024, dapat diuraikan sebagai berikut: Adanya diskriminasi pelayanan public yang didasarkan pada preferensi politik; Penempatan dan pemberian jabatan pada ASN cenderung dilihat berdasarkan partisipasi dalam pemenangan Pilkada; Jabatan birokrasi cenderung diisi oleh ASN yang tidak berkompeten disebabkan karena pemberian jabatan didasarkan pada kepentingan politik dan bukan mengacu pada spesifikasi dan kemampuan kerja ASN; Intervensi politik cenderung meningkat; Aparatur Sipil Negara menjadi tidak profesional dan munculnya kesenjangan dalam lingkup ASN. Selain itu, intervensi politik dalam manajemen kepegawaian dan politisasi birokrasi cenderung menghambat upaya peningkatan kinerja pemerintahan dan penyelenggaraan pelayanan publik yang sustainable.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dijelaskan bahwa betapa pentingnya netralitas aparatur sipil negara dalam pemilihan kepala daerah yang digelar secara serentak ini, selain sebagai upaya mengembalikan kepercayaan Masyarakat terhadap stabilitas politik dan demokrasi, tentu hal lain pula adalah mencipta situasi professional dan objektif dalam lingkungan kerja untuk meningkatkan pelayanan dan kredibilitas aparatur sipil negara. Olehnya itu, dibutuhkan revolusi mental secara kolektif kepada segenap stakeholder agar demokrasi berlangsung secara adil dan merata. Dengan demikian maka, pelaksanaan peran dan fungsi aparatur sipil negara sebagai alat pemersatu, pelayan dan penyelenggara pemerintahan berlangsung secara efektif dan profesional.