ANGINDAI.COM – Komoditas kakao memiliki potensi besar sebagai salah satu sumber ekonomi baru di Indonesia. Saat ini, biji kakao menghadapi tantangan serius akibat penurunan pasokan dunia.
Kekurangan pasokan biji kakao menyebabkan kenaikan harga biji cokelat secara global. Namun, industri fine flavour cocoa sedang berkembang di Indonesia dan dunia, dengan mayoritas pelaku industri adalah UMKM.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Teten Masduki, mendorong koperasi yang menaungi petani kakao untuk melakukan konsolidasi.
“Dengan membentuk holding antar koperasi yang memiliki fokus bisnis yang sama, persoalan fluktuasi harga yang tinggi dapat teratasi,” kata Teten Masduki.
Selain itu, kata dia strategi hilirisasi kakao menjadi produk bernilai tinggi juga perlu ditempuh.
“Indonesia, sebagai salah satu produsen utama kakao di dunia, memiliki potensi besar untuk mengolah biji kakao menjadi produk cokelat yang siap mengisi pasar domestik dan ekspor,” ujarnya.
Salah satu contoh kesuksesan hilirisasi kakao adalah PT Rosso Bianco, pemilik Pipiltin Cocoa yang berlokasi di Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Pipiltin berhasil mengolah biji kakao menjadi cokelat berkualitas tinggi dan siap bersaing di pasar global.
Dukungan dari para petani kakao yang konsisten mendukung penyediaan bahan baku cokelat juga menjadi faktor penting dalam kesuksesan ini.
Menurut Teten Masduki dengan potensi besar yang dimiliki, kakao dapat menjadi salah satu pilar ekonomi baru bagi Indonesia.
“Melalui strategi hilirisasi dan dukungan dari seluruh sektor terkait, kita dapat memaksimalkan nilai tambah dari komoditas ini dan memperkuat daya saing industri cokelat di pasar global,” pungkasnya.